Pendahuluan
Sebagai mana pengembang masyarakat harus mempunyai tujuan ( cita-cita ) masyarakat yang kelak akan menjadi masyarakat yang sesuai dengan rasa aman, damai, tentram, hidup berkecukupan, dan ang paling pokok menjalankan perintah agama. Tidak mudah memang mewujudkan semua impian itu, karena didalam masyarakat itu beragam cita-cita ( kepentingan ) dan taraf ilmu pengetahuan yang dimiliki juga berbeda. Ilmu pengetahuan yang berbeda dalam masyarakat seharusnya menjadi keunggulan tersendiri, sebab dari bermacam ilmu yang dimiliki yang bermacam akan menghasilkan kerya yang unik-unik mulai dari hasil pekerjaan sampai pada tata cara berprilaku, karena ilmu pengetahuan juga mempengaruhi tindakan yang berbeda-beda dalam masyarakat, namun disini malah menjadi semacam batu sandungan, perbedaan ilmu pengetahuan akan menigkatkan taraf produktofitas jika level pendidikan itu tinggi, semisal dalam masyarakat itu rata-rata lulusan sarjana akan menghasilkan masyarakat yang produktif. Berbeda dengan level masyarakat yang rata-rata tamatan sekolah dasar, perbedaan ilmu pengetahuan yang dimilikinya malah akan menjadikan masyarakat itu mandul tidak mempunyai daya gedor untuk maju. Karena pada level semacam ini keadaan masyarakat itu selalu tergantungan, lebih mengandalakan tenaga fisik dari pada tenaga berfikir. Pada level sekolah dasar ini ada orang yang bisa kaya dan hidup dengan nyaman dikarenakan mulanya orang itu mempunyai keuletan dalam bekerja. Maka dari itu untuk mewujudkan masyarakat yang di impikan adalah pertama harus meningkatkan taraf ilmu pengetahauan, kedua meningkatkan pemahaman keagamaan, ketiga keterampilan. Dengan bertumpu pada ketiga pilar itu maka cita-cita masyarakat dalam surat surat saba’ ayat 15 dapat terwujud yaitu “ sungguh, bagi kaum saba’ ada tanda ( kebesaran Tuhan ) ditempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun disebelah kanan dan disebelah kiri, ( kepada mereka dikatakan ), ‘makanlah olehmu dari rezeki yang ( dianigrhakan Tuhanmu ) dan besukurlah kapadaNya. Negrimu adalah negri yang baik sedang tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Pengampun’.”
Masyarakat yang berpendiddikan tinggi dan berakhak baik
“ sesunggunya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebalum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. ( QS : ar rad’ ayat 11 ). Pendidikan adalah sarana dimana SDM akan ditempa, jika mengacu pada cita-cita menjadikan masyarakat yang berpendidikan tinggi serta mempunyai ahklak yang baik maka ada dua orientasi pendidikan yang perlu untuk dicapai, pertama sekolah ditempat formal, kedua pendidikan non formal seperti pindidikan pesantren. Baik itu sekolahan yang “umum” maupun yang “khusus” keduanya adalah kawah condro dimuko ibarat dalam pewayangan, karena dari situlah ilmu pengetahuan akan didapatkan.
Kedua type pendidikan itu sangat penting, pendidikan formal diharapkan dapat melahirkan orang-orang yang sesuai dengan tuntutan zaman, menjadi manusia yang tidak ketinggalan dengan manusia yang berada di Negara-negara maju. Ini dapat ditempuh dengan mengikuti sekolah yang telah diselenggarakan oleh Negara, mulai dari TK, SD, SMP, SMA/SMK, dan melanjutkan keperguruan tinggi.
Guna mengantisipasi kemlorotan akhalak maka pendidikan di pesantren juga sangat diperlukan, jika hanya mengandalkan pendidikan formal mengikuti seperti yang diselenggarakan pemerintah maka tindakan itu belum cukup. Hal semacam itu malah akan menimbulkan kekhawatiran yang mendalam, dan tindakan yang hanya mementingkan keuntungan diri sendiri. Sebagaimana pendidikan dipesantren sangat identik dengan pendidikan ahklak, sebab salah satu kitab yang diajarkan adalah kitab yang mengupas akhlak rosulullah. Dari sinilah akan lahir manusia yang mempunyai jiwa saling menyayangi antar sesama manusia.
Dari QS ar-rad’ ayat 11 adalah ayat untuk mendukung ketercapaian cita-cita itu, bahwa cita-cita itu dapat harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan kata lain jika ada fasilitator yang ingin mewujudkan harapan masyarakat “berpendidikan tinggi dan berahklak baik” alangkah baiknya fasilitator yang berasal dari masyarakat setempat, karena orang yang bertempat tinggal bersama dengan msyarakat akan lebih tahu bagaimana permasalahan yang telah dihadapi. Dan ini sebagai pengamalan bahwa suatu kaum akan berubah jika dari kemauan kauim itu sendiri, seorang fasilitator bisa mewujudkan cita-cita itu jika fasilitator yang berasal dari masyarakat setempat.
Bentuk Negara yang ideal
Sebenarnya semua bentuk Negara itu mempunyai kelebihan dan kekurangan, tergantung dari pemimpin sebagaimana memimpin, manajemen sebagaimana mengelola, rakyat sebagaimana mengamalkannya. Tidak memandang apakah bentuk Negara itu islam maupun non islam, sebab Negara yang menganut ideology islam tidak menjamin ketentraman, sebagaimana terjadi di Negara timur tengah seperti Mesir, Tunisia, suriah terjadi gejolak yang ujung-ujungnya para pemimpin tersangkut KKN. Padahal ideologinya sudah baik tetapi manusianya tidak menjalankan dengan baik aturannya maka penyelewengan yang terjadi, dan kekacauan dalam pemerintahan itu tidak hanya terjadi di Negara yang bernoyabe Islam di non islam juga terjadi permasalahan.
Negara akan mempunyai dampak pelanggaran yang kecil jika bentuk Negara tersebut sesuai dengan kultur budaya masing-masing, jadi setiap Negara harus berdasarkan nilai-nilai luhur yang pertama dan yang sudah menjelma menjadi jati diri. Seperti dalam (QS almaidah ayat 66) “ an sekiranya mereka menjalankan dengan sungguh-sungguh (hukum ) Taurat, Injil, Al-Qur’an yang diturunkan kepada mereka dari tuhannya , niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari bawah kaki meraka. Disekelompok mereka ada sekelompok yang jujur dan taat. Dan banyak diantara mereka yang sangat buruk apa yang mereka kerjakan”
Bentuk Negara Indonesia itu sudah ideal di lihat dari panca sila yang menawarkan lima sila untuk dijadikan landasan dalam mengambil suatu kebijakan, Cuma kurang serius aja dalam pengamalannya. Seprti sila pertama “ ketuhanan Yang Maha Esa”, orang yang tinggal di Indonesia dan sudah menjadi rakyat Indonesia berkewajiban mempunyai Tuhan atau dengan kata lain harus mempunyai agama, orang yang mempunyai agama harus menjalankan perintah agama sebagai wujud pengamalan, apabila ada orang yang mengaku beragama tapi tidak mangamalkan agama berati orang tersebut tidak mempunyai agama dan orang seperti ini seharusnya tidak diperbolehkan menjadi bagian rakayat indonesia. Apabila orang tersebut memeluk agama islam maka hukum yang berlaku itu tidak hanya hukum pemerintahan melainkan harus ditambah dengan hukum agama yang ia peluk ( hukum islam ). Semisal dalam agama tersebut terdapat perintah untuk menjalankan solat maka dalam bagian tertentu Negara harus memperhatikan sudahkan rakyat Indonesia yang beragma islam sudah menjalankan perintah tersebut apabila belum menjalankan berati pemerintah harus berkewajiban mengurusnya.
0 komentar:
Posting Komentar